Menyoal Agama Warisan, Antara Naqli dan Aqli Part 1
NKRI HARGA MATI ~ Sejatinya saya menyukai tulisan "Warisan" yang sempat viral beberapa waktu yang lalu. Terlepas dari permasalahan plagiat atau tidak tulisan tersebut ada beberapa point yang terlewatkan baik oleh para pendukung maupun pihak yang ngotot membantah pemikiran tulisan tersebut.
Tulisan balasan sudah mulai bermunculan, satu nama yang saya catat adalah Gilang. Melalui akun Facebooknya, Gilang Kazuya Shimura membantah pemikiran AFI soal agama. Sayangnya, tulisan tersebut berkutat masalah agama yang haq tanpa menyentuh konteks dasar toleransi yang disejajarkan dengan fakta lapangan dan konsep "umuriddunya".
Melalui tulisan ini, saya ingin membantah tulisan "Warisan" maupun coretan FB milik GIlang. Silahkan dikritik, boleh di bully, tapi tetap jaga persatuan.
Melalui tulisan ini, saya ingin membantah tulisan "Warisan" maupun coretan FB milik GIlang. Silahkan dikritik, boleh di bully, tapi tetap jaga persatuan.
Menyoal Agama Warisan, Antara Naqli dan Aqli
Dalam tulisan Gilang, beliau mengambil dalil bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Berikut kutipannya
Tapi adek tau gak, kalau secara fitrah kita udah muslim? Adek gak tau? Makanya kakak kasih tau sekarang, ada kok hadits nya dek :
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari 1296).
Tugas manusia adalah mencari jati diri nya, makanya setiap manusia dikasih otak buat berpikir lewat tanda-tanda yang Allah kasih. Makanya kita yang muslim nyebut muallaf sebagai “kembali ke fitrah”, karena sejati nya dia kembali ke jati diri nya yang asli.
Dalam islam, peran orang tua sangat diakui dalam kehidupan seorang anak. Dalil yang dibawakan oleh Mas Gilang sejatinya menguatkan peran warisan orang tua kepada anaknya. Jika kita hitung - hitungan secara kasar, antara jumlah mualaf dengan jumlah manusia yang memeluk agama lain yang lahir dan mati dalam keadaan non muslim banyak mana? Tentu lebih banyak yang mati dalam keadaan Kristen, Budha, Yahudi, dan lainnya. Jadi fakta kuatnya peran warisan berupa pendidikan, pola asuh, maupun pemikiran sangat kuat dalam perkembangan seorang anak.
Di dalam hadits tersebut, sudah jelas diakui oleh nabi bahwa peran orang tua sangat - sangat penting berkaitan tentang agama seorang anak. Hal ini sudah disadari oleh nabi sehingga di dalam hadits nya ia menyebut فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ . Betul bahwa seorang anak lahir dalam keadaan fitrah, namun sangat - sangat betul bahwa agama seorang anak bisa jadi adalah warisan didikan orang tua.
Maka, ada baiknya kita berbicara dalam dua ranah pembahasan yaitu syariat dan hakikat. Saat kita berbicara masalah syariat, maka jangan tinggalkan fakta - fakta yang menyatakan bahwa peran keluarga dan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak.
Jika kita belajar ilmu pendidikan terkhusus psikologi, kita akan mengenal paling tidak empat teori terkait permasalahan ini yaitu Nativisme, Empirisme, Konvergensi dan Konvergensi Plus. Keempat teori tersebut berangkat dari kenyataan yang dilihat oleh para pencetus teori.
Masalah hakikat, pembahasan berkutat seputar Takdir Allah. Hal ini sesuai seperti yang Afi tulis dalam akun FB nya, seseorang tidak bisa memilih dimana ia lahir, kapan ia lahir dan dari rahim siapa ia dilahirkan. Inilah hakikat takdir Allah. Oleh karena itu, kenikmatan terbesar bagi seorang muslim adalah iman dan islam.
Yang namanya takdir, itu diluar pembahasan akal manusia. Islam kita bukan hanya hasil dari penemuan akal pikiran kita, diluar itu, ada kehendak Allah yang menolong kita untuk terus berislam. Ini kenapa ada bacaan hauqolah ( laa haula walaa quwwata illa billah) pun ada doa yaa muqolibal qolb, tsabit qolbi 'ala dinik.
Ketika berbicara hakikat, maka tidak ada rumus pasti yang bekerja di dunia ini. Satu - satunya rumus pasti adalah segala sesuatu bekerja atas kehendak-Nya. Seorang anak dengan bapak perampok, dan ibu pezina, bisa jadi seorang kyai. Pun bisa jadi anak seorang kyai kemudian menjadi bajingan di akhirat kelak.
Namun demikian, ketika mengatakan bahwa semua agama benar hanya karena kita tidak bisa memilih darimana, kapan dan dirahim siapa kita dilahirkan saya sangat tidak setuju. Agama yang haq adalah Islam. Inna dinna 'indallohil Islam.
Pembahasan masalah "semua agama benar" sebenarnya lebih tepat sebagai pembahasan atas masalah pluralisme, liberalisme dan radikalisme. Pada tulisan ini akan saya bahas sebagian dari sudut pandang logika. Mengapa dari sudut pandang logika? kebanyakan para liberalis atau pluralis kebablasan berangkat dari argumentasi logis rasionalis sehingga lebih baik dibantah dengan aturan logika juga.
Dalam ilmu logika ada prinsip bernama "prinsip non kontradiksi" : “sesuatu tidak mungkin merupakan hal tertentu dan bukan hal tertentu dalam suatu kesatuan" dan kemudian dipertegas dengan prinsip yang lain bernama " prinsip ekslusi terti". Pada intinya, dalam logika suatu hal tidak mungkin sekaligus benar dan salah, atau tidak mungkin dalam dua hal berlawanan mutlak berlaku keduanya benar atau keduanya salah dalam satu waktu.
Jika semua agama benar, maka akan terjadi kontradiksi yang sangat jelas. Misalkan :
Premis 1 : Yesus adalah Tuhan
Premis 2 : Yesus bukan Tuhan
Premis 1 adalah premis seorang Kristian sementara premis 2 merupakan premis pemikiran muslim. Kesimpulan akhir tidak mungkin kedua premis tersebut benar atau keduanya salah dalam satu waktu. INGAT DALAM SATU WAKTU. Maka kesimpulannya, Jika Yesus adalah Tuhan, maka pemikiran"Yesus bukan Tuhan" adalah pemikiran yang salah. Namun, jika Yesus bukan Tuhan, maka Pemikiran "Yesus adalah Tuhan" sudah pasti kesalahan.
Berangkat dari pembahasan di atas, kiranya sedikit membuka rasio kita.Bahwa tidak mungkin semua agama benar. Saya akan setuju jika semua agama mengajarkan kebaikan, tapi yang baik belum tentu benar. Maka, bisa jadi semua agama baik, tapi tidak ada kebenaran kecuali agama yang dibawa oleh nabi Muhammad.
Adapun soal tulisan "Agama Warisan" sebenarnya bukan untuk membenarkan agama lain. Konteks tulisan Agama Warisan adalah persatuan. Konteks "Agama Warisan" bukan untuk menjadikan seseorang liberalis. Namun, konteks yang diinginkan adalah toleransi dalam beragama seperti yang nabi ajarkan melalui sikapnya kepada umat agama lain yang Dzimmi, atau kisah penaklukkan oleh Umar Bin Khotob di Palestina.
Maka, tetaplah yakin bahwa tidak ada agama yang haq pada saat ini kecuali Islam. Namun, jangan tinggalkan toleransi, karena islam kita bisa jadi warisan budaya, pemikiran dan pendidikan orang tua. Dan kita tahu, merubah karakter maupun pemikiran seseorang yang telah melekat pada diri seseorang selama bertahun - tahun tidak semudah membalik telapak tangan kita.
Dengan demikian, bagaimanapun juga. Mengakui perbedaan adalah wujud pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan. Karena jika DIA ingin semua islam, tentu semua di alam semesta ini akan dijadikannya Islam. Inilah rahasia Allah. Diantara Sirr nya yang agung.
Al Faqir _ Al-Haitami
0 Response to "Menyoal Agama Warisan, Antara Naqli dan Aqli Part 1"
Posting Komentar