Bacaan Doa Qunut, Arti, dan Penjelasan Seputar Kontroversial Qunut

Doa Qunut ~ Doa Qunut merupakan doa yang secara umum lazim dibaca setelah ruku pada sholat shubuh. Secara Bahasa doa Qunut berasal dari kata Qanata yang artinya patuh. 



اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ 
وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ 
وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ 
وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ 
وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ،
فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ 
وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ 
وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ 
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ 
فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ 
وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ 
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ


Allah hummah dinii fiiman hadait.
Wa'aa finii fiiman 'aafait.
Watawallanii fiiman tawal-laiit.
Wabaariklii fiimaa a'thait.
Waqinii syarramaa qadhait.
Fainnaka taqdhii walaa yuqdha 'alaik.
Wainnahu laayadzilu man walait.
Walaa ya'izzu man 'aadait.
Tabaa rakta rabbanaa wata'aalait.
Falakalhamdu 'alaa maaqadhait.
Astaghfiruka wa'atuubu ilaik.
Wasallallahu 'ala Sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi. Wa'alaa aalihi washahbihi Wasallam.


 Artinya :
Ya Allah tunjukkanlah akan daku sebagaiman mereka yang telah Engkau tunjukkan
Dan berilah kesihatan kepadaku sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan kesihatan
Dan peliharalah daku sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan
Dan berilah keberkatan bagiku pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan
Dan selamatkan aku dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan
Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan kena hukum
Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin
Dan tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya
Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau
Maha bagi Engkau segala pujian di atas yang Engkau hukumkan
Ku memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau
(Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan sejahtera ke atas junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.


1.      Pengertian Qunut
Doa Qunut adalah doa mengharap kepada allah swt. Dalam menolak budaya ataumendatangkan kebaikan yang pelaksanaannya dalam rangkaian pelaksanaan sebelum ruku’ atau sesudah ruku’ terakhir pada shalat yang dikerjakan. Bagi syfi’I dan maliki mengatakan bahwa hukum qunut adalah sunnah muakkad pada salat subuh, padasalat witir setiap tahun pada paruh kedua (malam ke-16) hingga akhirdan pada salat istisqa (mintak hujan).

2.      Menurut VI Madzhab
Pada dasarnya persoalan membaca Doa qunut atau tidak dalam shalat shubuh telah menjadi perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca qunut tidak disunnahkan dalam shalat shubuh. Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i, membaca qunut disunnahkan dalam shalat shubuh.
Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya pendapat yang satunya berpandangan bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca Doa qunut itu lebih kuat. Sementara pendapat yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut justru yang lebih kuat. 

Sebagaimana dimaklumi, pandangan Imam al-Syafi’i yang menganjurkan membaca Doa qunut dalam shalat shubuh diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadits, karena agumentasinya lebih kuat dari perspektif ilmu hadits. Terdapat beberapa hadits yang menjadi dasar Imam al-Syafi’i dan pengikutnya dalam menganjurkan membaca qunut dalam shalat shubuh.

Dalil pertama :
                                                                    
عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا. - رواه مسلم في صحيحه
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah
SAW membaca qunut dalam shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR. Muslim, hadits no. 1578).

Dalil kedua :

.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. (رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم بإسناد صحيح).

“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.

Hadits di atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Beliau berkata: “Hadits tersebut shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.

Sebagian kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan, di dalam sanadnya terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan al-Razi. Alasan ini jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai lemah oleh para ulama ahli hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam riwayatnya dari Mughirah saja. Sementara dalam hadits di atas, Abu Ja’far meriwayatkan tidak melalui jalur Mughirah, akan tetapi melalui jalur al-Rabi’ bin Anas. Sehingga hadits beliau dalam riwayat ini dinilai shahih.


3.      Perbedaan pendapat 4 MADZHAB

Pendapat imam madzhab dalam masalah Doa qunut adalah sebagai berikut.

Pertama: Ulama Malikiyyah
Imam Malik Imam Malik mengatakan bahwa qunut itu merupakan ibadah sunnah pada shalat subuh dan lebih afdhal dilakukan sebelum ruku'. Meskipun bila dilakukan sesudahnya tetap dibolehkan. Menurut beliau, melakukan Qunut secara zhahir dibenci untuk dilakukan kecuali hanya pada shalat subuh saja. Dan qunut itu dilakukan dengan sirr, yaitu tidak mengeraskan suara bacaan. Sehingga baik imam maupun makmum melakukannya masing-masing atau sendiri-sendiri. Dibolehkan untuk mengangkat tangan saat melakukan qunut. 
Kedua: Ulama Syafi’iyyah
Imam As-Syafi'i ra Imam As-Syafi'i ra mengatakan bahwa Doa Qunut itu disunnahkan pada shalat subuh dan dilakukan sesudah ruku' pada rakaat kedua. Imam hendaknya berqunut dengan lafaz jama' dengan menjaharkan (mengeraskan) suaranya dengan diamini oleh makmum hingga lafaz (wa qini syarra maa qadhaita). Setelah itu dibaca secara sirr (tidak dikeraskan) mulai lafaz (Fa innaka taqdhi ...), dengan alasan bahwa lafaz itu bukan doa tapi pujian (tsana`). 

Disunnahkan pula untuk mengangkat kedua tangan namun tidak disunnahkan untuk mengusap wajah sesudahnya. Menurut mazhab ini, bila Doa qunut pada shalat shubuh tidak dilaksanakan, maka hendaknya melakukan sujud sahwi, termasuk bila menjadi makmum dan imamnya bermazhab Al-Hanafiyah yang meyakini tidak ada kesunnahan qunut pada shalat subuh. Maka secara sendiri, makmum melakukan sujud sahwi.

Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali pada shalat shubuh saja. Tidak ada qunut pada shalat witir dan shalat-shalat lainnya.

Mereka berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat witir kecuali ketika separuh akhir dari bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam shalat lima waktu yang lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik kondisi kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak, -pen). Qunut juga berlaku pada selain shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).

Ketiga: Ulama Hanafiyyah
Disyariatkan qunut pada shalat witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali pada saat nawaazil yaitu kaum muslimin tertimpa musibah, namun qunut nawaazil ini hanya pada shalat shubuh saja dan yang membaca qunut adalah imam, lalu diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika shalatnya munfarid (sendirian).

Keempat: Ulama Hanabilah (Hambali)
Mereka berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar selain musibah penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut pada shalat lima waktu selain shalat Jum’at.

Sedangkan Imam Ahmad sendiri berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku’.

Inilah pendapat para imam madzhab. Namun pendapat yang lebih kuat, tidak disyari’atkan qunut pada shalat fardhu kecuali pada saat nawazil (kaum muslimin tertimpa musibah). Adapun qunut witir tidak ada satu hadits shahih pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau melakukan qunut witir. Akan tetapi dalam kitab Sunan ditunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan Al Hasan bin ‘Ali bacaan yang diucapkan pada qunut witir yaitu “Allahummah diini fiiman hadayt …”. Sebagian ulama menshahihkan hadits ini. Jika seseorang melakukan qunut witir, maka itu baik. Jika meninggalkannya, juga baik. Hanya Allah yang memberi taufik. (Ditulis oleh Syaikh Muhammad Ash Sholih Al ‘Utsaimin, 7/ 3/ 1398).

Adapun mengenai qunut shubuh secara lebih spesifik, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan dalam fatwa lainnya. Beliau pernah ditanya: “Apakah disyari’atkan do’a qunut witir (Allahummah diini fiiman hadayt …) dibaca pada raka’at terakhir shalat shubuh?”

Beliau rahimahullah menjelaskan: “Qunut shubuh dengan do’a selain do’a ini (selain do’a “Allahummah diini fiiman hadayt …”), maka di situ ada perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang lebih tepat adalah tidak ada qunut dalam shalat shubuh kecuali jika di sana terdapat sebab yang berkaitan dengan kaum muslimin secara umum. Sebagaimana apabila kaum muslimin tertimpa musibah -selain musibah wabah penyakit-, maka pada saat ini mereka membaca qunut pada setiap shalat fardhu. Tujuannya agar dengan do’a qunut tersebut, Allah membebaskan musibah yang ada.

Imam Nawawi berkata, “Kketahuilah bahwa qunut pada shalat subuh itu disyariatkan menurut madzhab kami. Hukumnya sunnah muakkad, karena hadis yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik Ra,

مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

“Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia”
(HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hal 162; Abdurrazaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daruquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsani di dalam Majma’ Al-Zawaid, vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-arba’in, dan dia berkata, “Hadits shahih; para periwatnya seluruhnya adalah orang-orang yang tsiqah.”)

Mereka berkata seandainya meninggalkannya, shalatnya tidak batal. Akan tetapi, ia harus melakukan sujud sahwi, baik ia meninggalkannya dengan sengaja atau karena lupa.”

Berkenaan dengan hukum qunut shalat subuh, banyak perkataan-perkataan dan bentuk-bentuk qunut yang dikutip dari sebagian sahabat dan kalangan tabi’in. Di antaranya adalah pendapat Ali bin Ziyad uang menyatakan wajib melakukan qunut pada shalat subuh. Jadi apabila dia meninggalkannya, shalatnya batal. 
Dan boleh dilakukan sebelum ruku’ atau sesudahnya pada roka’at kedua. Akan tetapi, yang disunnahkan dan lebih utama adalah melakukannya sebelum ruku’ setelah selesai membaca ayat, tanpa bertakbir sebelumnya. Hal itu, karena padanya terkandung unsur toleransi kepada orang yang masbuq. Tidak dibedakan antaranya dengan dua rukun shalat (yang ditandai dengan takbir). Dan qunut telah menjadi ketetapan yang diamalkan pada zaman Umar Ra dengan kehadiran para sahabat.

Qadhi Abdul Wahhab al-Baghdadi berkata, “Diriwayatkan dari Abu Raja Al-Atharidi bahwa dia berkata, “Pada awalnya qunut itu dilakukan setelah ruku’. Lalu Umar menjadikannya sebelum ruku’ agar orang yang mengejar shalat (jama’ah) bisa mendapatnkannya. Dan diriwayatkan bahwa golongan Muhajirin dan Anshar meminta hal itu kepada Utsman. Dia pun menjadikannya sebelum ruku’ karena didalam hal itu terdapat faidah yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu posisi berdiri yang lama sehingga orang yang terlambat datang bisa mendapatkan raka’at. Maka sebelum ruku’ lebih utama dengan alasan itu, terlebih lagi pada shalat subuh.

Menjadi rajih dan kuat pendapat Madzhab Syafi’i mengenai qunut karena kuatnya dalil-dalil mereka sebagai berikut:

• Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ pada saat shalat subuh di raka’at yang kedua, beliau pun berdo’a dengan do’a ini: “Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk....(hingga akhir).” Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan ungkapan, “Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan.” Dan, Thabrani menambahkan, “Dan tidak mulia orang yang menentang-Mu.”
HR. Hakim, Al-Mustadrak, vol. IV, hlm. 298; Baihaqi, Al-Sunan Ash-Shugra vol. I, hlm. 276; Thabrani, Al-Mu’jam Al-Awsath, vol. VII, hlm. 232; dan disebutkan oleh Ash-Sha’ani, Subul Al-Salam, vol. I, hlm. 186-187

• Hadits Anas bin Kalik Ra bahwa, “Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada sahalat subuh sampai beliau meninggalkan dunia.” ¹ Dan Annas ditanya, “Apakah Rasulullah Saw melakukan qunut pada shalat subuh?” Dia menjawab, “Benar.” Ditanyakan lagi kepadanya, “Apakah sebelum ruku’ atau setelah ruku’?” Dia menjawab, “Setelah ruku’.” ²... Lihat Selengkapnya
¹ HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hlm. 162; Abdurrazzaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daraquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam Majma’ Az-Zawaid vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-Arba’in, dan dia berkata, “Hadits Shahih; para periwayatnya seluruhnya adalah orang-orang yang Tsiqah.”
² HR. Muslim, Shahih Muslim, vol. !, hlm. 486; dan Abu Daud, Sunan Abu Daud, vol. II, hlm. 68

• Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra; dia berkata: “Demi Allah, aku adalah orang yang paling dekat diantara kalian dalam shalat dengan Rasulullah Saw”. Dan Abu Hurairah melakukan qunut pada raka’at terakhir shalat subuh setelah dia mengucapkan sami‘allahu liman hamidah, berdoa bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, dan melaknat orang-orang kafir.
HR. Baihaqi, As-Sunan Ash-Shugra, vol. I, hlm. 277, cet. Maktabah Al-Dar

• Dari Abdullah bin Abbas Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepada kami doa yang kami panjatkan didalam qunut pada shalat subuh:
“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”
HR. Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, vol. II, hlm. 210, cet. Maktabah Al-Baz

• Dan pada hadits, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari raka’at yang kedua, Beliau pun mengangkat kedua tangan dan berdoa dengan do’a ini: Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk.” Didalam riwayat lain, “Bahwa apabila Beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh di raka’at yang terakhir, Beliau melakukan qunut.”
Imam Syuyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, vol. I, hlm. 157, cet. Thair al-Ilmi. Syaikh al-Albani berkata, “Hadits shahih.” Lihat, Al-Albani, Shahih al-Jami’, 4730.

Adapun lafaz doa qunut, maka yang dipilih adalah apa yang diriwayatkan dari Hasan bin Ali Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku ucapkan pada shalat witir,

“Allahummah dina fiman hadait, Wa afina fiman afait, Wa tawal lana fiman tawal lait, Wawaba riklana fi ma a’tait, Waqina syar rama qadait, innaka taqdi wala yukda alaik, inna hu laa yazillu man walait, Taba rakta rabbana wata alait.”

“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”...
Para ulama menambahkan padanya,
“Wala yaizzu man adait”, 
“Dan tidak mulai orang-orang yang menentang-Mu,” 
Serta:
“Falakal hamdu ala maa qadait astaghfirka wa atuubu ilaik”
“Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan; aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu”.
Sebelum :
“Taba rakta rabbana wata alait.”
“Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”

Dalam Raudlah Ath-Thalibin, Imam Nawawi berkata, ”Para sahabat kami (ulama madzhab) berkata, “Tidak mengapa dengan tambahan ini.” Abu Hamid, al-Bandaniji, dan lain-lain berkata dalam Nihayat Al-Muhtaj, vol. I, hlm. 503 mengatakan, “Sunnah.”. Dan disunnahkan agar dia mengucapkan setelah doa tersebut, “ Ya Allah, limpahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, serta salam sejahtera”. Dan itu menurut pendapat yang shahih dan Masyhur.

Berdasarkan keterangan yang telah dikemukakan, bahwa pendapat Madzhab Syafi’i kuat dan rajih, yaitu DOA qunut di dalam shalat subuh itu sunnah; disunnahkan bagi orang yang meninggalkannya agar melakukan sujud sahwi untuk menggantikannya. Akan tetapi, tidak batal shalat dengan meninggalkannya. Dan Allah Swt Maha Tinggi lagi Maha Mengetahui.

(dikutip dari: Al-Bayan Al-Qawim li Tashih Ba’dhi Al-Mufahim, Syekh Ali Jumu’ah, Mufti Mesir) — 

0 Response to "Bacaan Doa Qunut, Arti, dan Penjelasan Seputar Kontroversial Qunut"

Posting Komentar